4 Presepsi Keliru tentang Keuangan
Banyak ayah yang memberi nasihat : ”Anakku, kalau kamu ingin sukses, belajarlah setinggi langit, karena dengan sekolah yang tinggi kamu bisa hidup sejahtera”. Nasihat itu ternyata tidak sepenuhnya benar, di dunia nyata banyak sarjana yang jadi pengangguran, jauh dari kategori sejahtera. Mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal sarjana dalam bahasa sanksekerta artinya kreatif.
Mengapa mereka ditolak setiap kantor? Masalah utamanya adalah mereka yang memiliki gelar sarjana, kaya teori namun tidak punya keterampilan tambahan yang dibutuhkan perusahaan. Gelar sarjana belaka bukanlah jaminan bahwa Anda akan mudah mencari kerja dan digaji di atas UMR.
Akibatnya timbul presepsi-presepsi keliru di masyarakat, yaitu:
1. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi penghasilan
Tidak selamanya sarjana mudah mendapatkan pekerjaan dan berpenghasilan tinggi. Buktinya lulusan sarjana banyak yang jadi pengganguran. Gelar sarjana yang mereka sandang membuat mereka gengsi melakukan pekerjaan yang tidak sesuai martabatnya, seperti menjadi salesman, agen asuransi, dan lain-lain. Ada banyak sarjana yang menggangur,karena tak terampil bekerja, dan kalah bersaing merebut lowongan kerja yang terbatas jumlahnya. Lihlatlah di dunia kerja tidak sedikit sarjana yang bergaji di bawah UMR.
2. Penghasilan tinggi kehidupan aman
Aman dan tidaknya kehidupan seseorang tidak bergantung kepada tinggi rendahnya penghasilan, tetapi bergantung kepada untuk apa saja penghasilan tersebut dibelanjakan? Apakah untuk keperluan konsumtif (makanan, atau barang elektronik)? Membeli asset-aset produktif yang dapat menghasilkan passive income (rumah kontrakan, royalty, deposito)?
Bila pendapatan besar namun pengeluarannya juga besar untuk hal-hal yang konsumtif, pada akhirnya seperti menabung lemak di perut atau menabung di toilet.
3. Uang adalah segalanya karena bisa menjamin kesejahteraan
Faktanya adalah orang yang punya uang banyak justru selalu kelaparan uang. Mereka selalu menumpuk-numpuk uang dan tetap saja tidak bahagia karena uang bertumpuk dan selalu dihantui rasa takut miskin. Ini menunjukkan bahwa uang tidak menjamin kesejahteraan.
Kemampuan mendapatkan dan mengelola uang jauh berharga daripada uang banyak, namun tidak terampil mengelolanya. Coba perhatikan, ada berapa banyak anak orang kaya yang jatuh miskin setelah ditinggal orangtuanya.
4. Kekayaan identik dengan kemewahan
Dalam buku The Milionaire Nest Door, karya Thomas J. Stanley, disebutkan bahwa sebagian millionaire Amerika hidupnya penuh dengan kesederhaan tidak seperti seorang millionaire. Kekayaan bukan untuk dipamerkan dan dibangga-banggakan melainkan kekayaan adalah sarana untuk menolong kehidupan orang lain agar tetap terhormat.
Berkenaan dengan presepsi-presepsi keliru tersebut, sudah sebaiknya kita belajar mengetahui rahasia mengelola uang. Di dunia ini apa pun butuh uang, tidak ada yang terbebas dari uang. Oleh karena itu apa pun profesi kita, apakah ibu rumah tangga, guru, buruh pabrik, seniman, polisi, dokter, dan lain sebagainya wajib belajar mengenai rahasia uang. Salam finansial.
Baca artikel lainnya mengenai “Personal Financial Outlook 2015“
Mike Rini Sutikno, CFP
PT. Mitra Rencana Edukasi – Perencana Keuangan / Financial Planner
Website. www.mre.co.id, Portal. www. kemandirianfinansial.com
Fanspage. MreFinancialBusiness Advisory, Twitter. @mreindonesia
Google+. Kemandirian Finansial, Email. info@mre.co.id,
Youtube. Kemandirian Finansial, Mitra Rencana Edukasi
Workshop The Enterprise You – Cara Pintar Ngatur Duit, Berbisnis dan Berinvestasi
Workshop : Smart Money Game (Papan Permainan Edukasi Perencana Keuangan)